Torehan Pemuda Menuju Reformasi Indonesia

Torehan Pemuda Menuju Reformasi Indonesia

Torehan Pemuda Menuju Reformasi Indonesia

Islamku Keren

April 9, 2021

“Saya tidak peduli, mau popularitas saya hancur, difitnah, dicaci maki atau dituduh apapun, tapi bangsa dan negara ini harus diselamatkan dari perpecahan” -Gus Dur

Wahai para pemuda pemudi Indonesia, tanah air memanggil kita! Di dalam tubuh setiap masyarakat Indonesia mengalir darah dari para pejuang kemerdakaan Indonesia.

Satu hal yang sudah kita emban saat dalam kandungan yakni menjadi manusia reformasi pada zamannya. Kini sudah waktunya bagi kita untuk memikul tanggung jawab tersebut.

Tengoklah ke seluruh penjuru, perdamaian harus ditegakkan dan dilestarikan untuk menciptakan dunia laksana surga. Jika setiap orang menanam perasaan tanggung jawab dalam hatinya, maka setiap tindakan apapun yang ia lakukan akan semata-mata tertuju untuk mendapatkan karunia dari Allah Ta’ala.

Namun, tidak semua dari kita mempercayai hal tersebut. Di antara kita, ada yang berupaya mewujudkan ketentraman dan toleransi dengan keringat, tetapi juga ada yang terpedaya dengan tipu daya bisikan setan.

Akibatnya, mereka tidak mampu mengontrol emosi, menjadi keras kepala, menunjukkan kesombongan dan menolak untuk mengamalkan toleransi karena ego pribadi atau kelompok. Dengan kata lain, mereka yang terjerembab oleh godaan setan sedang banting tulang untuk menjadikan dunia laksana neraka.

Setiap orang yang telah terpilih untuk menapakkan kaki di bumi pertiwi ini perlu melaksanakan“Zoom meeting” dengan diri sendiri untuk mengadakan rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan agenda mendengarkan dan menyimak pandangan/masukan terhadap kualitas performa dari amal dan perbuatan mereka dalam menciptakan perdamaian.

Sebab KTP hanyalah identitas diri yang tercatat di suku dinas pencatatan sipil. Kartu ini bukanlah sebuah sertifikat atau rapor yang menyatakan bahwa seorang telah melaksanakan dan memenuhi hak dan kewajibannya sebagai warga negara.

Selama kita belum menjunjung tinggi nilai toleransi dan bersinergi untuk mengurangi arogansi antar kelompok, upaya untuk merawat kerukunan akan sia-sia, seperti prestasi Dadang Subur alias Dewa Kipas pada aplikasi chess.com.

Kemenangan beliau atas jawara catur asal Amerika Serikat, Levy Rozman alias GothamChess dinilai curang pada awal Maret lalu. Usahanya untuk push rank ELO pada aplikasi tersebut harus kandas karena akunnya diblokir setelah penggemar akang Levy tidak terima atas kekalahan idolanya.

Apakah usaha pelestarian perdamaian juga harus berakhir demikian?

Sebelum seseorang terdorong untuk bersikap intoleran, ia harus melihat mengapa ia begitu mudah terpedaya.  Sejalan  dengan  ini,  Hadhrat  Khalifatul  Masih  Al-Khamis ayyadhullahu  ta’alaa binashrihil ‘aziiz menyampaikan kembali Khotbah Hadhrat Muslih Mau’ud ra.

Pada ceramah tersebut, Hadhrat Muslih Mau’ud r.a. bersabda bahwa ada beberapa hambatan dalam perbaikan amal yang menghalangi kita untuk mengoptimalkan upaya perbaikan amal diri.

Menurut baliau, hambatan dapat berupa sikap membeda-bedakan antara dosa besar dan kecil, meniru orang lain, keinginan tergesa-gesa untuk cepat selesai, adat kebiasaan, sikap tidak takut Tuhan, kurang pengawasan dan lingkugan keluarga yang buruk.

Perbuatan dosa kecil atau dosa besar

Seringkali kita menilai apakah perbuatan kita termasuk dosa kecil ataukah dosa besar. Jika telah timbul anggapan itu yaitu ini adalah dosa kecil, maka benih itu lama kelamaan akan berkembang. Sesuai dengan keadaan dosa kecil juga bisa menjadi dosa besar.

Misalnya: Seorang wanita yang memakai pakaian tidak menghiraukan rasa malu, tidak berpardah, tetapi dia membayar pengorbanan dengan baik, tidak berkata dusta. Bagi dia kebaikan besar bukan membayar pengorbanan atau membenci berkata dusta. Bagi dia kebaikan besar adalah mengamalkan perintah Al-Qur’an yakni jauhilah pakaian yang memalukan dan jagalah pardah.

Hadhrat Rasulullah Saw. bersabda: “Kebaikan besar berbeda-beda sesuai dengan keadaan dan situasinya dan keadaan orang-orangnya.” Sebenarnya kebaikan apa yang paling besar? Setujukah

kalian, dengan berkhidmat kepada kedua ibu bapak adalah kebaikan yang sangat besar? Ataukah kebaikan yang paling besar bagi kita adalah Tahajjud? Bahkan bisa jadi kebaikan terbesar yang sesungguhnya adalah ikut berjihad?

Bagi saya ketiga amalan tersebut merupakan upaya reformasi yang saling bersinergi. Allah Ta’ala telah menanamkan fitrat kecenderungan meniru yang zahir semenjak usia kanak-kanak. Manusia belajar bahasa dari kedua ibu bapaknya atau belajar pekerjaan lainnya.

Keinginan tergesa-gesa untuk cepat selesai

Sebuah kisah tercatat, demi keuntungan yang dapat diperoleh dalam waktu singkat, manusia melakukan perbuatan buruk, tidak bermoral, menipu atau mencuri. Bagaimana hasrat manusia untuk meraih keuntungan atau kesenangan dapat terpenuhi secepat mungkin, yang selalu merasuk pikirannya. Itulah sebabnya tukang emas melebur mas murni dengan logam palsu, mengurangi timbangan, pemilik toko memalsukan barang-barang dagangannya, pemilik pabrik menunjukkan contoh mutu barangnya yang baik, namun diwaktu pengiriman mutu barangnya lain lagi, lebih rendah dari contoh yang ditunjukkan sebelumnya. Demikianlah manusia melibatkan dirinya dalam keburukan demi kepentingan duniawinya.

Adat kebiasaan

Orang-orang yang dibesarkan dalam masyarakat lingkungan seperti itu, karena seringnya menyaksikan pemandangan tersebut maka kelemahan amal akan merasuk menjadi kebiasaan mereka,  secara sadar  atau  tidak  anak-anak  terlibat  dalam  kelemahan-kelamahan  itu.  Seperti minum-minuman keras dan merokok.

Sikap tidak takut Tuhan

Manusia tidak mengawasi dirinya secara tetap, setiap waktu melakukan sesuatu harus berpikir apa akibatnya baik atau buruk, melakukan pekerjaan ini ada izin atau tidak. Ada 700 perintah dalam Al-Qur’an yang harus ditaati. Salah satu adalah berlaku jujur, sebuah perintah yang penting sekali, setiap orang harus jujur di dalam menjalani kehidupannya. Contohnya, berdagang harus jujur

dalam timbangan/ukuran, harga tidak terlalu dinaikkan (ambil untung secukupnya), pada saat tiba waktu shalat, berhenti/ tutup, setelah selesai buka kembali.

Kerap kali terasa kurangnya takut kepada Tuhan. Terbukti oleh wujudnya perilaku keserakahan, permusuhan dalam hubungan persahabatan dan persaudaraan, bahkan terlahir kebencian satu sama lain. Seperti halnya dalam menjalankan amanat. Manusia tidak memandangnya sebagai sebuah perintah Allah Ta’ala, melainkan menggunakannya dengan pandangan lain. Misal: bagaimana amanat (jabatan) itu akan menambah pengaruhi dirinya atas teman-temannya atau menguranginya.

Begitu juga “kebenaran”, tidak memandang bahwa Allah Ta’ala telah memerintahkan untuk berkata benar, melainkan dengan pandangan bahwa, apakah berkata benar ini tidak merugikan dirinya sendiri atau temannya atau keluarganya. Jadi timbulnya kelemahan didalam amal, disebabkan lenyapnya rasa takut kepada Tuhan di dalam hati manusia.

Kurang pengawasan dan lingkugan keluarga yang buruk

Jika kedua ibu bapak baik, patuh menunaikan shalat, rajin dan dawam membaca Al-Qur’an, tinggal bersama dengan penuh kasih sayang, membenci dusta, maka dibawah pengaruh mereka itu, anak- anak menjadi pelaku amal-amal saleh. Adakah yang berpikir, “Anak ini masih kecil, apa yang diketahuinya?” Sekali-kali ibu bapak jangan menganggap demikian. Mereka mengetahui segala sesuatu dan selalu memperhatikan gerak gerik kedua orang tuanya dengan cermat. Tanpa dipahami juga apa yang ia lihat langsung mengendap dalam benaknya.

Teringat kisah sebuah keluaraga yang menggunakan uang yang diamanatkan kepadanya, untuk memenuhi keperluan isteri dan anak-anak. Merampas harta anak yatim dibawah umur, demi memenuhi keperluan isteri dan anak-anak atau menyediakan harta bagi anak-anak mereka. Tidak berusaha menerapkan ajaran Islam kepada anak-anak mereka, karena kedua ibu bapak yang memanjakan anak/kasih sayang yang berlebihan. Perbuatan dusta demi memenuhi keperluan anak- anak yang disayanginya. Penyakit uang suap sudah terbiasa untuk harta, menyekolahkan anak ke sekolah yang mahal dan lain-lain.

Kejujuran tidak akan dapat menjadi sempurna atau standarnya tidak dapat bertahan apabila ist ri dan anak-anak juga tidak bersama-sama mendukung sepenuhnya. Selama keadaan semua anggota keluarga belum baik, sangat sulit melakukan perbaikan amal. Betapapun banyaknya uang yang

dihasilkan pemimpin RT secara halal, jika anak atau istri membawa uang suap dari kantor ke rumah, maka harta keluarga itu tercemar dan tidak halal lagi.

Untuk perbaikan amal, semua anggota keluarga harus berupaya bersama secara kompak. Kepala keluarga mempunyai kedudukan penting dalam usaha itu. Untuk melakukan amal-amal kebaikan seluruh keluarga harus serempak melakukannya.

Tujuan hakiki sebuah keluarga adalah bagaimana diri kita dan anak keturunan kita terhindar dari api neraka kemurkaan Allah Ta’ala, baik dalam kehidupan dunia dan dalam kehidupan akhirat kelak. Maka sebagai konsekuensinya adalah menjadikan anggota keluarga kita sebagai hamba- hamba Allah Ta’ala yang mengutamakan akhirat dari pada dunia.

Sudah sepatutnya kita generasi muda yang kelak InsyaAllah Ta’ala akan menjadi orang tua, memahami amanah yang harus dilaksanakan, yakni menjadi suri tauladan/contoh untuk ditiru, menciptakan kondisi rumah layaknya “rumahku surgaku”, mengontrol dan menjauhkan anak-anak dari pengaruh buruk lingkungan dan pergaulan. Menjalankan pola asuh orang tua yang penuh kesadaran, kesabaran dan memberikan pendidikan agama untuk membangun keluarga. Tak lupa berdoa kepada Allah Ta’ala dalam mendidik anak, agar anak-anak menjadi anak yang bertauhid, berakhlak beramal sesuai dengan sunnah Rasulullah Saw.

Selain itu didukung juga dengan ilmu parenting. Parenting skills adalah sebuah forum bagi orang tua untuk membagi kebijakan serta tantangan-tantangan mereka, untuk mendalami nilai-nilai mereka sendiri dan untuk meningkatkan pengetahuan mereka akan keterampilan-ketrampilan menjadi orang tua yang positif, praktis dan masuk akal. Karena pengasuhan anak adalah proses interaksi total antara orang tua dan anak.  Dengan tujuan merawat, mengajarkan sosialisasi, serta mengkomunikasikan nilai kasih sayang, nilai moral, minat, perilaku, dan kepercayaan kepada anak.

Perbaikan suatu aspek tentu bisa dilakukan dengan menggunakan berbagai macam sarana dan sebab kekurangan atau kelemahan-kelemahannya juga dapat diketahui. Supaya penyebab- penyebabnya itu bisa diusahakan untuk dihilangkan. Jika penyebabnya tetap tidak dapat dihilangkan, maka setelah terjadi perbaikan pun akan kembali kepada keburukan lagi.

Dengan demikian, jika upaya perbaikan amal berhasil mencapai 100%, maka pertengkaran, usaha merugikan orang lain, keserakahan terhadap harta, semua keburukan-keburukan itu pasti akan hilang. Suasana kasih sayang, satu sama lain, simpati, empati, dan toleransi persaudaraan harus ditegakkan sehingga akan menciptakan dunia laksana surga. Jika tertanam perasaan tanggung jawab dalam hati setiap orang, maka pengkhidmatan terhadap agama dan bangsa itu akan dianggap sebagai karunia dari Allah Ta’ala untuk menyongsong reformasi Indonesia.

Kita sebagai pemuda harus sadar betul akan tugas yang diemban menuju reformasi Indonesia. Tidak hanya pemerintah yang mempunyai kewajiban untuk perbaikan amal, dimana agama dan pemerintah mempunyai konsep yang sama untuk perbaikan amal, situasi demikian adat kebiasaan dapat dihapuskan. Tetapi kita pun memiliki kewajiban untuk mendukung dan bersinergi mewujudkannya.

Penulis : Aulia Fauziah


Facebook


Twitter


Youtube


Instagram


Spotify

Share

4 thoughts on “Torehan Pemuda Menuju Reformasi Indonesia

  1. Pembahasan antara nationalism dan religious-nya mantab, cara menghubungkannyapun bisa dicerna dengan baik. Tapi relevansi di introduction-nya nih, walau kasusnya hangat namun masih banyak kontradiksi hihihihi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *