Protokol Kesehatan Dan Asam Pelarut Kesalehan

Protokol Kesehatan Dan Asam Pelarut Kesalehan

Protokol Kesehatan Dan Asam Pelarut Kesalehan

Islam Keren

August 3, 2020

Assalamu’alaikum sobat keren,

Dunia saat ini digemparkan dengan sebaran coronavirus. Covid-19 yang berdiameter mungil, sudah menyedot perhatian para ilmuwan dengan sangat serius. Keberadaan virus ini pun menjadi primadona, karena sempat disandingkan dengan virus lainnya untuk dicari mana yang paling berbahaya. Akan tetapi, adakah dampak yang lebih berbahaya dari sekadar terjangkit virus ini, terutama pada perubahan rohani?

Berjalan pada fase new normal, kita harus melakukan banyak hal di luar kebiasaan. Memakai masker, handsanitizer, dan mencuci tangan dengan sabun kini menjadi bagian dari protokol kesehatan. Secara jasmani, protokol tersebut adalah untuk menghindari droplet ketika orang berbicara, bersin, atau batuk. Namun, sadarkah kita bahwa secara rohani, menjaga jarak sudah menjadi anjuran yang membimbing kita kepada kebaikan?

Pandemi, perlahan mengajarkan kita untuk mengurangi ghibat, mengingat menjaga jarak ketika berinteraksi, khususnya dengan selain mahram, sudah menjadi tolok ukur ketaatan seorang muslim kepada syariat. Menelisik lebih dalam, anjuran ini tidaklain untuk menghindarkan kita dari kebiasaan banyak berbincang yang menjurus kepada ghibat.

Ghibat adalah salah satu sifat yang mana membicarakan aib atau keburukan orang lain. Selain jarak yang harus terjaga, penggunaan masker juga menjadi ‘alat pencegah’ ghibat. Bagaimana orang akan berghibat dengan jarak jauh dan mulut tertutup masker? Meskipun masih bisa dilakukan, namun kualitas suara dan kenyamanan bicara tentu akan sangat jauh berkurang.

Khalifah Ahmadiyah pernah bersabda, Penyakit yang paling merusak adalah menceritakan kepalsuan. Ini adalah asam yang melarutkan semua kesalehan. (Review of religion, September 2002, Vol 97 No 9). Perkataan asam yang melarutkan kesalehan, karena setiap apa yang kita ucapkan mengenai keburukan orang lain akan membuat kesalehan kita luntur. Beliau melanjutkan, tidak ada seorang muslim yang akan membicarakan saudaranya sendiri, sebab Islam itu seperti satu tubuh, yang mana jika salah satu bagian merasakan sakit maka bagian tubuh yang lain pun akan merasakannya.

Kendalikan lidahmu kalau tidak lidahmu akan mengendalikanmu dan kamu akan berbicara dengan sia-sia. (Malfuzat Vol 1, Hal. 423). Nasihat ini juga sebuah penekanan akan bahayanya lisan yang akan sangat dalam menjerumuskan. Maka dari itu, hendaklah kita mengurangi perbincangan yang kurang bermanfaat, dan selalu kendalikan perkataanmu untuk memotivasi orang lain di masa pandemi ini, alih-alih digunakan untuk hal-hal yang mudharat layaknya ghibat.

Penulis : Agung Rahmatullah


Facebook


Twitter


Youtube


Instagram


Spotify

Share

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *