Waspada Futur Dalam Beribadah Mengintaimu

Waspada Futur Dalam Beribadah Mengintaimu

Assalamualaikum sobat Islamkukeren, Futur adalah istilah penting dalam ilmu tasawuf. Ia menggambarkan situasi ketika seorang salik/penempuh jalan ketuhanan secara rohani mengalami situasi “down,” turun, patah semangat. Ibarat sebuah lampu, “futur” adalah kondisi ketika lampu kejiwaan seserang memudar sinarnya.

Tetapi “futur” juga menggambarkan keadaan kejiwaan secara umum; tidak saja dalam hal ketasawufan saja. ketika kita tiba-tiba menjadi “mager,” malas gerak, ogah melakukan rutinitas yang kita lakukan, itu adalah futur.

Futur, kata berasal dari bahasa Arab yang akar katanya adalah: Fatara – Yafturu – Futurun, yang artinya menjadi lemah dan menjadi lunak. Atau diam setelah giat dan lemah setelah semangat.

Futur, secara bahasa mempunyai dua makna :

  • Pertama yaitu terputus setelah bersambung, terdiam setalah bergerak terus.
  • Kedua yaitu malas, lamban atau kendur setelah rajin bekerja.

Dalam kamus Lisanul ‘Arab futur didefinisikan,

سَكَنَ بَعْدَ حِدَّةٍ وَلْاَنَ بَعْدَ شِدَّةٍ

“diam setelah intensitas / dorongan yang tinggi, yaitu setelah melakukan dengan usaha keras”

Dr Nashir al- Umar menjelaskan, “futur adalah rasa malas, menunda, lambat setelah bersemangat, tidak bergairah dalam kebaikan.”

Al Futur, Maddzohir Asbab Ilaj, Hal. 22

Rasulullah ﷺ bersabda :

إِنَّ لِكُلِّ عَمَلٍ شِرَةً وَلِكُلِّ شِرَةٍ فَتْرَةً فَمَنْ كَانَتْ شِرَتُهُ إِلَى سُنَّتِى فَقَدْ أَفْلَحَ وَمَنْ كَانَتْ فَتْرَتُهُ إِلَى غَيْرِ ذَلِكَ فَقَدْ هَلَكَ

“Ingatlah setiap amalan itu ada masa semangatnya. Siapa yang semangatnya dalam koridor ajaranku, maka ia sungguh beruntung. Namun siapa yang sampai futur (malas) hingga keluar dari ajaranku, maka dialah yang binasa.”

HR. Ahmad

Rasulullah ﷺ bersabda :

وَلِكُلِّ شِرَّةٍ فَتْرَةٌ ، فَمَنْ يَكُنْ فَتْرَتُهُ إِلَى السُّنَّةِ ، فَقَدِ اهْتَدَى ، وَمَنْ يَكُ إِلَى غَيْرِ ذَلِكَ ، فَقَدْ ضَلَّ

“Ingatlah, setiap amal itu pasti ada masa semangatnya. Dan setiap masa semangat itu pasti ada masa futur (malasnya). Barangsiapa yang kemalasannya masih dalam sunnah (petunjuk) Nabi ﷺ, maka dia berada dalam petunjuk. Namun barangsiapa yang keluar dari petunjuk tersebut, sungguh dia telah menyimpang.”

HR. Tabrani

Hati manusia selalu memiliki keadaan maju dan mundur. Ketika seorang yang konsisten mengalami malas dan jemu (futur) maka hal ini merupakan sesuatu yang alami dan biasa. Akan tetapi bahaya besar akan terjadi, jika sikap malas dan jemu itu terus berkepanjangan, apalagi sampai taraf meninggalkan ibadah wajib dan sunnah dan banyak meninggalkan ketaatan kepada Allah SWT. Kondisi seperti ini dapat menyebabkan kelemahan dan kadang futur dapat meningkat pada taraf tidak aktif sama sekali.

Iman naik dan turun?

Semua kita tentu mengaku beriman kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya ﷺ. Kita meyakini segala isi kandungan Al-Qur’an dan hadis-hadis sahih Rasulullah berdasarkan pemahaman salafus shalih adalah benar. Tak ada keraguan.

Lantas, apakah gerangan yang menjadikan semua perintah Allah itu terasa berat?

Jawabannya adalah iman. Ya, sebagaimana sebuah ungkapan salafus shalih yang kita kenal yaitu,

أَنَّ اْلإِيْمَانُ يَزِيْدُ وَيَنْقُصُ: يَزِيَذْدُ بِالطَّاعَةِ، وَيَنْقُصُ بِالْمَعْصِيَةِ

“Bahwasanya iman itu dapat bertambah dan berkurang. Bertambah karena ketaatan, dan berkurang karena kemaksiatan.”

Jika ditelisik lebih jauh, pengetahuan tentang hakikat penciptaan jin dan manusia (yaitu untuk menyembah Allah Ta’ala) telah banyak diketahui oleh manusia sebagaimana firman Allah Ta’ala,

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.”

Adz-Dzariyat : 57

Namun, tetap saja hakikat itu terlupakan atau sengaja dilupakan. Sehingga, alasan “Imanku sedang turun” sering dijadikan tameng setiap kali dirundung kemalasan dalam melaksanakan ibadah.

Sayangnya, kemalasan itu bahkan selalu menghinggapi diri yang kemudian dapat ditunggangi setan untuk selalu beralibi “yanqus” karena enggan melaksanakan ibadah.

Hd Masih Mau’ud as. bersabda : “Hendaklah difahami bahwa akar dari segala kebaikan adalah beriman kepada Allah. Jika iman seseorang kepada Allah lemah, maka akan banyak pula kelemahan dan kemalasan di dalam diri orang tersebut untuk berbuat amal-shalih. Tetapi apabila iman kepada Allah dengan segala Sifat-Nya itu sudah sedemikian rupa teguhnya, maka berbagai kelemahan dirinya pun akan berubah seiring dengan berbagai amal shalih yang dikerjakannya. Pendek kata, orang yang beriman teguh kepada Allah, tak akan melakukan perbuatan dosa.”

Baca juga: Ikhlas, Tak Semudah yang Diucapkan

Penyebab dan Gejala Futur

Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan seseorang terlanda sifat futur ini, antara lain :

Berlebih-lebihan dalam beragama – rohani
Sikap ini merupakan sikap tercela. Sebab agama adalah mudah dan ringan. Semakin kita mempersulit agama, maka agama akan benar-benar sulit bagi kita.
Rasulullah ﷺ bersabda :

يَا أَيُّهَا النَّاسُ عَلَيْكُمْ مِنَ الأَعْمَالِ مَا تُطِيقُونَ فَإِنَّ اللَّهَ لاَ يَمَلُّ حَتَّى تَمَلُّوا وَإِنَّ أَحَبَّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ مَا دُووِمَ عَلَيْهِ وَإِنْ قَلَّ

”Wahai sekalian manusia, lakukanlah amalan sesuai dengan kemampuan kalian. Karena Allah tidaklah bosan sampai kalian merasa bosan. (Ketahuilah bahwa) amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah amalan yang kontinu (ajeg) walaupun sedikit.”

HR. Muslim

Rasulullah ﷺ bersabda :

 أَنَا أَنَامُ وَأُصَلِّى وَأَصُومُ وَأُفْطِرُ فَمَنِ اقْتَدَى بِى فَهُوَ مِنِّى وَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِى فَلَيْسَ مِنِّى

“Aku tidur dan aku shalat malam. Aku pun puasa, namun ada waktu bagiku untuk tidak berpuasa. Siapa yang mencontohiku, maka ia termasuk golonganku. Siapa yang benci terhadap ajaranku, maka ia bukan termasuk golonganku.”

Ahmad

Berlebih-lebihan dalam melakukan hal mubah – duniawi

Berlebih-lebihan dalam hal mubah di sini adalah seperti makan, minum, berpakaian, dan kendaraan, setiap kali manusia melampaui batas dalam melakukan hal-hal yang mubah, maka sesungguhnya ia telah kehilangan nikmat ketaatan.

يٰقَوْمِ اِنَّمَا هٰذِهِ الْحَيٰوةُ الدُّنْيَا مَتَاعٌ ۖوَّاِنَّ الْاٰخِرَةَ هِيَ دَارُ الْقَرَارِ

Wahai kaumku! Sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara) dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal.

Ghafir : 40

al-Baihaqi berkata, “Ibadah adalah pekerjaan, kedainya adalah khalwah (menyendiri), dan alatnya adalah rasa lapar.”

Enggan hidup berjamaah dan dan lebih suka menyendiri

Sesungguhnya serigala akan memangsa domba yang menyendiri. Setiapkali manusia menyendiri dan meninggalkan saudara-saudaranya maka ia akan mengalami futur.

الْمَرْءُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ

“Agama seseorang sesuai dengan agama teman dekatnya. Hendaklah kalian memperhatikan siapakah yang menjadi teman dekatnya.”

HR. Abu Daud dan Tirmidzi

Kurangnya ketaatan kepada perintah Allah

Minimnya ketaatan di sini seperti jarang melaksanakan shalat wajib dengan berjamaah bersama kaum muslim. Malas melakukan shalat, tidak memerhatikan rukun dan syarat shalat, menyia-nyiakan waktu dan menjauhi membaca al-Quran. Sedangkan cara mengatasi semua hal itu adalah dengan melaksanakan kedua hal, yaitu tidak berlebih-lebihan dan melampaui batas dalam beragama, dan meninggalkan perbuatan maksiat dan kemungkaran.

وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.

Al Ahzab : 72

Gejalanya:

  • Bermalas-malasan dalam Melakukan Ibadah dan Ketaatan.
  • Hati Terasa Gersang dan Mengeras
  • Melakukan Perbuatan Dosa dan Maksiat
  • Tidak Bertangung Jawab Serta Meremehkan dan Menyepelekan Amanah Yang Dibebankan di Pundaknya
  • Terputusnya Hubungan Persaudaraan
  • Sibuk dengan Urusan Dunia Serta Melalaikan Ibadah, Thalabul ‘Ilmi, dan Da’wah
  • Banyak Bicara dan Sedikit Bekerja Untuk Maslahat Da’wah
  • Berlebih-lebihan dalam hal dunia
  • Merasa baik-baik saja Saat Aturan Allah Dilanggar
  • Menyia-nyiakan waktu dan tidak memanfaatkannya dengan baik untuk melakukan hal-hal yang lebih bermanfaat. Ia lebih menghabiskan waktunya untuk hal-hal yang tidak penting.
  • Bekerja serampangan dan asal-asalan serta tanpa target dan tujuan yang jelas.
  • sibuk dengan pekerjaan yang remeh temeh dan tidak berguna, sehingga pekerjaan lain yang lebih urgent terbaikan.
  • lebih banyak mencari-cari alasan untuk menutupi kefuturan dan kemalasannya,
  • Suka menunda-nunda pekerjaan dan panjang angan-angan, sehingga tidak satupun pekerjaan dan amanah yang diselesaikannya.

Terapi Futur

Ikhlaskan Niat

Tanyakan kepada diri sendiri, untuk siapa Anda beramal saleh, sholat, bersedekah, dan lain-lain? Jika jawabannya adalah agar disanjung dan dihormati oleh orang lain, pantas saja futur berhasil menggerogoti hati. Sebab Anda menggantungkan diri kepada sesama makhluk, tidak meniatkannya untuk meraih rahmat dan ridha Allah.

Hd. Masih Mauud as. bersabda:

“Orang-orang yang beriman adalah orang-orang yang amal-amalnya memberikan kesaksian akan imannya. Mereka ialah orang-orang yang tercatat iman di dalam hatinya dan merupakan orang-orang yang mendahulukan Tuhan dan keredhaan-Nya di atas segala-segalanya; dan demi untuk Tuhan mereka memilih jalan-jalan ketakwaan yang halus dan sempit ; dan mereka larut dalam kecintaan pada-Nya dan segala sesuatu yang seperti berhala mencegah dari Tuhan, baik itu terkait dengan kondisi akhlak maupun dari segi amal-amal atau terkait dengan kondisi fasiq atau kelalaian atau kemalasan mereka singkirkan sejauh jauhnya dari diri mereka.”

Tetap Bersama Orang-orang yang Saleh

Rasulullah SAW mengingatkan agar umat-Nya berkawan dengan orang-orang yang saleh.

Ibnu Qudamah Al Maqdisi berkata :

وفى جملة، فينبغى أن يكون فيمن تؤثر صحبته خمس خصال : أن يكون عاقلاً حسن الخلق غير فاسق ولا مبتدع ولا حريص على الدنيا

“Secara umum, hendaknya orang yang engkau pilih menjadi sahabat memiliki lima sifat berikut : orang yang berakal, memiliki akhlak yang baik, bukan orang fasik, bukan ahli bid’ah, dan bukan orang yang rakus dengan dunia”

Mukhtasar Minhajul Qashidin 2/36

Ketika iman sedang menurun, namun seseorang masih berada dalam lingkungan orang yang saleh, maka ia akan segera bangkit dari futur.

Rasulullah ﷺ bersabda :

الْمَرْءُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ

“Agama seseorang sesuai dengan agama teman dekatnya. Hendaklah kalian memperhatikan siapakah yang menjadi teman dekatnya.”

HR. Abu Daud dan Tirmidzi

Bermuhasabah

Muhasabah atau introspeksi diri adalah merenungkan hal-hal baik dan buruk yang telah dilakukan dengan menjadikan Alquran dan hadits sebagai acuannya. Waktu terbaik untuk merenung adalah di tengah kesunyian malam.

Setiap anggota tubuh, makanan yang tersedia, rumah yang nyaman, keluarga yang bahagia, semuanya adalah titipan Allah. Apabila semua itu hanyalah titipan, masihkah Anda berpikir menggunakannya untuk kemaksiatan?

Hd. Khalifatul Masih V aba. bersabda : Meskipun sudah menyatakan iman kepada Hadhrat Imam Mahdi as.. Meskipun sudah berhubungan erat dengan Khilafat, sudah banyak berkorban harta benda,atau mengkhidmati Jamaat, atau ber-Wiqari Amal, namun tetap saja ada orang yang mengatakan bahwa diri mereka masuh suka malas mendirikan Salat. Mereka menyampaikan hal ini kepada saya. Maka orang yang demikian itu, lama kelamaan akan menjadi malas atau berkurang pula amalan shalihannya.

Berdoa

Umat Islam sepatutnya berdoa kepada Allah untuk meminta keteguhan hati agar istiqamah di jalan-Nya.

Hd. Khalifatul Masih V aba. bersabda : Oleh karena itu, berdoalah sedemikian rupa agar tatkala telah terbangun ibadah kepada-Nya, telah terbangun pengamalan atas hokum-hukum Allah Ta’ala kemudian ini berlanjut terus dari satu generasi ke generasi berikutnya. Jika diri sendiri pun malas (mengabaikan) dalam mengamalkan perintah-perintah Allah Ta’ala dan beribadah kepada-Nya ini, maka generasi penerusnya pun akan malas pula.

Doa yang paling sering Rasulullah panjatkan yaitu,

رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً ۚ إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ

“Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia)”.

Ali Imran : 9

Futur merupakan hal yang wajar dan biasa. Namun futur akan menjadi tidak biasa dan membahayakan ketika kita menikmatinya. Maka dari itu, Ketika menyadari bahwa diri kita selalu dirongrong oleh rasa malas yang ditunggangi oleh setan agar merasa malas saat akan melakukan suatu ibadah, maka menjadi penting bagi kita untuk menggali lebih dalam hal-hal yang dapat membentengi diri dari kemalasan tersebut dan  sudah seharusnya kita mampu menghilangkan penyebab datangnya futur.

Mengetahui keutamaan amal, menjauhi maksiat, dan berteman dengan orang saleh adalah tameng bagi kita atas godaan setan dalam rasa malas tersebut.

Allah akan senantiasa membersamai hamba-Nya ketika hamba tersebut mengingat-Nya. Ingatlah selalu bahwa Allah tidak pernah meninggalkan kita. Maka ketika futur mulai menghampiri kita mampu mengatasinya dengan baik.

Share

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *