Regulasi Emosi: Membangun Ketahanan Mental

Regulasi Emosi: Membangun Ketahanan Mental

Assalamualaikum sobat Islamkukeren! Sobat pasti pernah merasakan emosi dan kesedihan, kan? Tenang, itu hal yang wajar dan dialami oleh semua orang, bahkan Rasulullah saw. sendiri pernah menghadapi kesedihan mendalam. Namun, yang penting adalah bagaimana kita mengelola perasaan itu. Dalam Islam, kita diajarkan untuk mendekatkan diri kepada Allah saat sedih, dan menemukan ketenangan dengan mengingat-Nya. Yuk, kita bahas lebih lanjut bagaimana cara menghadapi kesedihan dengan bijak dan tetap semangat!

Kesedihan adalah bagian alami dari pengalaman manusia yang tidak dapat dihindari. Setiap individu, pada berbagai titik kehidupannya, akan menghadapi momen yang menimbulkan perasaan sedih. Perasaan sedih adalah respons alami manusia dalam menghadapi berbagai situasi kehidupan.

Bahkan Nabi Muhammad saw. sendiri mengalami apa yang dikenal sebagai kesedihan. Pada sekitar tahun 619 M, beliau mengalami tahun terberat dalam kehidupannya ketika kehilangan pamannya, Abu Thalib, dan juga istri tercinta, Siti Khadijah, yang meninggal dunia.

Kesedihan Rasulullah saw. pada masa itu begitu mendalam sehingga peristiwa tersebut bahkan dinamai “Amul Huzn” atau periode dukacita. Ini menunjukkan bahwa Rasulullah saw., meskipun sebagai utusan Allah yang dipilih dan diberkahi, tidak luput dari pengalaman emosional yang mendalam dan manusiawi seperti kesedihan.

Dalam sebuah wawancara dengan tim redaksi Review of Religion, Hz. Mirza Masroor Ahmad (atba) menyampaikan pendapatnya mengenai kesedihan, isolasi diri, dan kesehatan mental.

“Dalam menghadapi kesedihan, seseorang harus mengeluarkannya atau melepaskannya dengan cara tertentu. Oleh karena itu, untuk meredakan kesedihan, kadang-kadang seseorang perlu menangis, dan dengan demikian, intensitas kesedihannya dapat berkurang. Alamiah bagi manusia untuk menangis ketika sedang bersedih, namun manusia tidak boleh larut dalam kesedihan mereka.”

Pandangan ini menegaskan bahwa Islam tidak hanya mengakui alamiahnya manusia untuk merespons kesedihan dengan tangisan, tetapi juga mengajarkan pentingnya mengelola dan mengurangi kesedihan secara sehat dan sesuai dengan ajaran agama. Kesedihan yang dilarang dalam agama adalah kesedihan yang dapat menjauhkan kita dari Allah Ta’ala. 

Dalam Al-Qur’an, Allah swt. berfirman,

 اَلَا بِذِكْرِ اللّٰهِ تَطْمَىِٕنُّ الْقُلُوْبُۗ

“Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram.”

QS Ar-Ra’d: 29

Kesedihan justru harus menjadi momentum untuk kita mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala. Allah mengajarkan bahwa dalam menghadapi kesedihan, kita harus bersabar dan bertawakal kepada-Nya, serta memohon perlindungan dan ketenangan hati.

Mengatasi Kesedihan menurut Psikologi: Meregulasi Emosi dan Reaksi 

Kesedihan adalah bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Mereka memengaruhi cara kita berinteraksi dengan dunia dan orang di sekitar kita. Namun, bagaimana kita mengelola emosi tersebut—bagaimana kita bereaksi, menanggapi, dan mengatur perasaan-perasaan tersebut—memainkan peran krusial dalam kesehatan mental dan kualitas hidup kita. Proses ini dikenal sebagai regulasi emosi.

Regulasi emosi merujuk pada kemampuan seseorang untuk mengelola dan mengendalikan emosi mereka dengan cara yang sehat dan adaptif. Hal ini mencakup kemampuan individu untuk mengenali emosi yang muncul, memahami apa yang memicu emosi tersebut, serta mengatur respons emosional secara efektif agar tidak mengganggu kesejahteraan pribadi atau hubungan dengan orang lain.

Mengatur atau meregulasi emosi tidak sama dengan menahan emosi. Menahan emosi cenderung mengarah pada penekanan dan penundaan ekspresi emosional, yang pada akhirnya dapat menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan mental seseorang. Sebaliknya, mengatur emosi berarti mengenali, memahami, dan menyalurkan emosi kita dengan cara yang sehat.

Mengatasi kesedihan melalui regulasi emosi merupakan proses yang membutuhkan kesadaran diri dan kemauan untuk beradaptasi. Dengan mempraktikkan regulasi emosi secara konsisten, seseorang dapat membangun ketahanan mental yang lebih baik dan meningkatkan kualitas hidup mereka.

Share

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *