MENYENANGI DAN MENCINTAI SHALAT
June 7, 2020
Assalamu’alaikum sobat keren, Allah SWT berfirman,
Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat dan perjanjian-perjanjian mereka. Dan orang-orang yang memelihara shalat mereka. Mereka itulah pewaris. Yaitu orang-orang yang akan mewarisi Firdaus, mereka akan tinggal kekal di dalamnya (Al-Mu’minuun: 8-11)
Sebenarnya shalat itu menyenangkan, kan? Mungkin tidak semua orang sependapat dengan ini. Bagi sebagian orang shalat itu berat, malas, ngantuk, gitu-gitu aja atau sekedar menghilangkan kewajiban agar tetap diakui muslim dan biar tidak masuk neraka.
Sejatinya shalat itu menyenangkan, karena shalat itu kaya akan manfaat. Mungkin selama ini yang kita tahu shalat itu hanya mencegah dari perbuatan keji dan munkar. Mungkin juga kita gak sadar bahwa mencegah dari perbuatan keji dan munkar adalah perbuatan baik.
Kalau menjadi orang baik adalah menyenangkan maka seharusnya kita memperbanyak shalat agar kita tetap menjadi orang baik dan terhindar dari berbuat keji dan munkar. Masih juga merasa kalau shalat itu tidak menyenangkan? Jangan-jangan perspektif kita soal shalat masih minim referensi.
Banyak orang di dalam hatinya merasa berat dan berkesimpulan bahwa shalat itu tidak menyenangkan karena tertekan pada perintah yaitu “dzalikumur ribath” atau “yuhaafizuna alaa shalati” (menjaga dan memelihara shalat) seperti seorang prajurit yang dipaksa jaga perbatasan atau seorang budak yang dipaksa memelihara hewan ternak sehingga menganggap ini adalah kewajiban yang dipaksakan.
Shalat fardhu dilaksanakan lima waktu melebihi pentingnya makan yang hanya tiga waktu, kenapa sebagian kita merasa sangat berat melaksanakannya?
Coba kita berfikir ulang tentang shalat sebelum kita memutuskan untuk ogah-ogahan melaksanakannya. Kita adalah manusia yang diciptakan oleh Allah, sebagai Sang Pencipta boleh dong kalau Dia memberikan aturan kepada kita atau Dia ingin melekat pada ciptaan-Nya seperti motor merek Beat, Mega Pro atau PCX melekat di body kendaraan tertulis Honda sebagai penciptanya.
Tuhan Sang Pencipta ingin ada hubungan ‘cinta sejati’ dengan ciptaan-Nya melalui shalat. Sama halnya kalau kita mau bertemu presiden pasti harus melalui protokol khusus yang sudah ditentukan, dan pastinya ga mudah atau bahkan sangat sulit.
Shalat adalah media paling canggih dalam menjalin suatu hubungan, tidak perlu alat dan biaya. Protokolnya juga tidak ribet, dapat diakses kapan pun dan dimana pun.
Di dalam shalat pun tidak terdapat unsur paksaan yang ada adalah hadiah seperti nama dalam salah satu bacaan shalat yaitu At Tahiyat.
Shalat bisa diartikan sebagai usaha, perjuangan dan latihan. Secara arti bahasa Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad, menjelaskan, ‘Shalla, adalah menyala dalam api kecintaan Ilahi dan sangat besar nyala apinya.’ Dengan ini Allah ingin kita mengadakan hubungan ‘cinta yang sangat khas’ sehingga api kecintaan yang lain menjadi tidak berarti.
Shalat sebenarnya sangat menyenangkan karena ini masalah ‘cinta sejati’, siapa orang yang tidak menyenangi cinta? Maka, nasehat Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad, ‘Jaga dan peliharalah shalat dengan penuh rasa cinta. Jangan menjaganya dengan dasar sebagai kewajiban.’
Tau kan bagaimana ganasnya ayam betina yang sedang melindungi anak-anaknya, walaupun si ayam itu lemah tidak punya kekuatan besar tapi kita sangat terkesan bagaimana ghairatnya berani bertarung melawan kucing atau anjing demi kecintaan si induk ayam kepada anak-anaknya.
Nah, begitu pun kita walaupun lemah demi cinta sejati kita kepada Allah kita harus berani mengalahkan urusan duniawi yang menghalangi kita, dengan cinta sejati kita yaitu Allah Ta’ala.
Dalam hadist disebutkan bahwa shalat adalah makanan orang mumin. Tetapi, kenapa makanan ini sering sekali terasa pahit di mulut? Apakah makanannya yang tidak enak atau apakah lidah kita yang sedang sakit?
Shalat adalah makanan bagi iman orang muslim, seharusnya jika kita sehat kita bisa merasakan lezatnya shalat.
Sebagian kita berfikir, ‘Bagaimana saya bisa mencintai Allah sedangkan untuk bisa khusyu dalam shalat saja sulit.’ Sehingga sebagian frustasi lalu meninggalkan shalat.
Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad menjelaskan, ‘Dia tidak mengetahui bahwa untuk memperoleh kekhusyuan dalam shalat hanya dapat diperoleh melalui shalat juga.’ Artinya adalah obat dari ketidak khusyuan salah satunya dengan terus melaksanakan shalat.
Di dunia ini kita bisa memahami bahwa setiap pasangan yang saling mencintai membutuhkan pengorbanan dalam melewati rintangan-rintangan untuk membuktikan kualitas cintanya.
Dalam shalat kita juga harus membuktikan cinta sejati kita, walaupun harus menghadapi berbagai cobaan dan rintangan serta kesulitan-kesulitan, shalat harus tetap kita tegakkan. Sekalipun terkadang konsentrasi dalam shalat jatuh tetapi harus ditegakan kembali.
Kita berharap berkat kedawaman dan niat baik kita walaupun secara zahir shalat tidak khusyu akan tetapi akhirnya Allah akan memberikan taufik sehingga shalat kita pun menjadi sempurna dan khusyu.
Shalat itu sangat menyenangkan lagi menguntungkan, jika kita bisa bersabar dalam meraih cinta sejati kita melalui shalat, maka Allah berfirman :
‘Hai orang-orang yang beriman, Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.’ (Qs. Al-Baqarah: 153)
Bagaimana hati kita tidak menjadi senang, jika Allah bersedia menjadi teman dalam duka, kita tidak sendirian.
Ini adalah bentuk Api Kecintaan Allah kepada kita seakan Allah mengatakan, ‘Aku bersama kalian. Apa kesedihan kalian? Bila kalian sendirian maka kesulitan kalian tidak akan teratasi. Dalam keadaan kalian seperti itu Kami beserta kalian, dan kalian tidak akan bersedih lagi.
Seperti firman-Nya :
“Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku.” (Qs. Yusuf : 86)
Shalat adalah hak Allah yang harus kita penuhi dengan standar kecintaan. Apabila hari ini kita tidak mengerjakan shalat lalu bagaimana keadaan keturunan kita di masa yang akan datang.
Penulis : Anom Tulus Manembah
Note : Jika postingan ini dirasa bermanfaat silahkan untuk menshare kembali.
mubarak pak Anom, sangat inspiratif tulisannya,analoginya mudah utk dipahami
jazakumullah