Kiat Memerangi Hoaks Sebagai Upaya Penyelamat Keutuhan dan Kemajuan Bangsa

Kiat Memerangi Hoaks Sebagai Upaya Penyelamat Keutuhan dan Kemajuan Bangsa

Kiat Memerangi Hoaks Sebagai Upaya Penyelamat Keutuhan dan Kemajuan Bangsa

Islamku Keren

April 9, 2021

Setiap harinya kita sebagai masyarakat modern tidak dapat dipisahkan oleh kehadiran internet. Menurut Survey Pengguna Internet di Indoneisa tahun 2019-2020 yang diselenggarakan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat pengguna internet di Indonesia mencapai 197,6 juta atau setera dengan 63,3 persen dari penduduk Indonesia, jumlah ini meningkat dari angka 171 juta di tahun 2019. Namun, selain dampak positif yang kita nikmati seperti kemudahan akses informasi, komunikasi dan sosialisasi hingga melakukan transaksi jual beli dampak negatif juga ikut menyertai. Salah satu sisi negatif dari maraknya pengguna internet adalah banyaknya infomasi bohong atau hoaks bermunculan.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) hoaks termasuk dalam ragam cakapan (cak) yang didefinisikan sebagai informasi bohong. Hoax adalah kata-kata yang digunakan untuk menunjukan pemberitaan palsu atau usaha untuk menipu atau mengakali pembaca untuk mempercayai sesuatu. Pemberitaan yang tidak berdasarkan kenyataan atau kebenaran (nonfactual) untuk maksud tertentu. Tujuan hoax adalah sekadar lelucon, iseng, hingga membentuk opini publik (Juditha, 2018). Di Indonesia urgensi permasalahan ini cukup mengkhawatirkan, berdasarkan survei yang dilakukan Katadata Insight Center (KIC) yang bekerjasama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (KOMINFO) serta SiBerkreasi dalam Status Literasi Digital Nasional pada tahun 2020 mencatat bahwa 30-60% responden mengaku pernah terpapar hoaks dan hanya sekitar 21-36% dapat mengidentifikasi hoaks, dan 11% pernah menyebarkan hoaks karena tidak terlalu dipikirkan.

Ditilik dari cepatnya suatu informasi itu menyebar ke masyakat berkat kemudahan internet, terlebih lagi pada media sosial yang memungkinkan dapat digunakan secara anonim. Hal tersebut dimanfaatkan menjadi celah oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab untuk menyebarluaskan hoaks. Terlebih lagi konten hoaks yang beredar dengan presentase paling banyak ada pada isu politik sebanyak 67,2%, isu kesehatan sebanyak 46,3%, isu agama sebanyak 33,2% dan isu kesuruhan sebanyak 28,1% (KIC, 2020). Kejadian tersebut jika tidak dilakukan tindakan lebih lanjut akan menyebabkan masalah yang serius, seperti perpecahan antar individu bahkan antar organisasi masyarakat yang berpengaruh kepada kesatuan bangsa atau pengambilan keputusan yang keliru terkait masalah kesehatan.

Permasalahan menjamurnya hoaks ini tentunya membutuhkan perlakukan khusus dari seluruh pihak, baik pemerintah sebagai pencipta regulasi dan masyarakat pengguna internet itu sendiri. Peran aktif kita sebagai pengguna internet sangat diperlukan untuk menanggulagi persebaraan hoaks. Sebelumnya, alangkah lebih baiknya jika kita memahami terlebih dahulu jenis/kategori hoaks yang beredar di publik. Dalam publikasi UNESCO yang berjudul Journalism, Fake News and Disinformation, 2019 menyebutkan 3 kategori hoaks, yaitu :

  1. Misinformasi adalah informasi salah atau tidak akurat yang disebarkan oleh pribadi/kelompok yang mempercayainya bahwa informasi tersebut sebagai hal yang benar. Informasi ini dibagikan tanpa ada maksud dan tujuan tertentu khusus.
  2. Disinformasi adalah informasi salah yang disebarkan oleh pribadi/kelompok yang sadar bahwa informasi itu salah. Disinformasi merupakan suatu kebohongan yang disengaja dan dibuat untuk merugikan seseorang atau kelompok/organiasi masyarakat tertentu.
  3. Malinformasi yaitu informasi yang memang berdasarkan keseluruhan atau penggalan kebenaran. Namun, infomasi ini dikemas sedemikian rupa untuk digunakan merugikan pribadi/publik daripada bertujuan pada kepentingan publik, yaitu memberikan informasi yang sebenar-benarnya dan objektif. Garis besar contoh malinformasi ini ada ujaran kebencian, dikriminasi dan penyebaran infomasi yang melanggar privasi individu.

Meskipun terdapat perbedaan mendasar antara ketiga jenis hoaks diatas, bukan berarti level bahaya dari ketiganya berbeda. Informasi/berita yang salah tetap akan menjadi masalah serius bagi individu rentan, apalagi cangkupan hoaks di internet tidak hanya skala daerah tetapi nasional. Untuk itu kita para pengguna internet yang menjadi sasaran hoaks harus selalu waspada jika menerima informasi, jangan sampai kita menjadi korban dari berita bohong atau hoaks. Terlebih lagi jika kita sampai membagikan informasi yang salah kepada orang terdekat kita bahkannn khayalak luas kerugian yang terjadi akan semakin besar.

Individu atau masyarakat rentan disini yang dimaksud adalah mereka yang mudah mempercayai hingga terpengaruh untuk ikut melakukan suatu hal yang memang menjadi tujuan dari disebarkannya hoaks tersebut, tentunya tujuan itu merupakan tujuan negatif atau hanya untuk menguntungkan suatu kelompok tertentu. Individu/masyarakat rentan ini umumnya merupakan mereka yang kurang dalam mengedukasi diri terkait isu hoaks yang diterima. Contohnya, seseorang membaca sebuah pesan dari kerabatnya bahwa saat ini hasil test rapid antigen COVID-19 sudah tidak berlaku sebagai syarat perjalanan penerbangan domestik. Jika seseorang tersebut tidak memiliki pengetahuan terkait syarat perjalanan di masa pandemi kemungkinan besar individu tersebut akan mempercayai berita bohong yang dibagikan. Akan tetapi memang sebelumnya kita tidak mungkin memiliki seluruh pengetahuan dari sekian banyaknya informasi yang beredar di masyarakat. Maka dari itu penting bagi kita untuk membentengi diri.

Cara paling efektif yang dapat kita lakukan pada skala individu yang pertama adalah dengan menerapkan critical thinking atau berpikir kritis berkenaan dengan informasi yang kita terima. critical thinking atau berpikir kritis adalah konsep untuk merespon sebuah pemikiran atau teorema yang kita terima. Respon tersebut melibatkan kemampuan untuk mengevaluasi secara sistematis (Wikipedia.com). Berpikir kritis merupakan proses mengelola informasi untuk memahami dan menyikapi sesuatu melalui analisa dan observasi.

Sehubungan menanggapi konten hoaks dengan berpikir kritis yang pertama dapat kita dengan mulai mengajukan pertanyaan sederhana kepada diri kita sendiri “Apakah berita atau informasi ini benar apa adanya?” melalui sebuah pertanyaan tersebut kita akan terpancing untuk melakukan analisa lebih lanjut mulai dari; (1) Dari mana informasi tersebut berasal, apakah sumber informasi tersebut (baik portal berita online bahkan social media) memiliki kredibilias untuk dipercaya. Perlu diperhatikan bahwa media sosial bukanlah situs utama untuk memperoleh berita, beri perhatian khusus apabila mendapatkan informasi melalui media sosial. Terlebih lagi, media sosial ternyata menjadi ladang pertumbuhan hoaks yang subur. Berdasarkan survey KIC tahun 2020 media yang paling banyak ditemui menyajikan konten hoaks adalah Facebook yang dijumpai oleh 71.9% responden, aplikasi chatting Whatapps 31,5% responden dan YouTube 14,9% responden. (2) Telusuri siapa yang menuliskan informasi, apakah dia memiliki kredibitas untuk menulis informasi tersebut. (3) Pastikan kembali kapan berita tersebut diproduksi, apakah saat ini berita tersebut masih valid atau sudah dilakukan pembaharuan. (4) Perhatikan bagaimana berita/informasi tersebut dikemas, apakah data/gambar yang termuat dalam informasi tersebut adalah yang sebenar-benarnya atau merupakan data/gambar dari berita masa lalu bahkan hanya sekedar rekayasa semata. Saat ini kita dapat dengan mudah memeriksa keaslian gambar dengan memanfaatkan fitur Google Images (5) Mengapa kita mempercayai informasi tersebut, hal ini penting dipertanyakan kepada diri kita apakah kita mempercayai informasi tersebut kerena fakta yang tertulis atau kecenderungan kita memihak isu yang diangkat dalam informasi tersebut. Atau bahkan apakah kita mempercayai berita tersebut hanya karena disampaikan oleh salah satu figure public yang kita segani. Diluar semua pertanyaan tersebut, kita juga harus mampu berpikir secara logis dan objektif serta mampu membedakan informasi tersebut fakta atau opini semata. Hasil dari analisa dan observasi yang dilakukan dapat membantu kita untuk menentukan sikap terhadap suatu informasi yang kita terima, apakah kita akan mempercayainya, menolak atau membagikan informasi tersebut jika benar dan patut diketahui masyarakat.

Langkah kedua adalah jika mendapati berita hoaks kita harus bijak mengambil tindakan untuk tidak menyebarluaskan kembali informasi tersebut dan alangkah baiknya untuk menginformasikan kepada orang lain walaupun hanya sekedar kerabat dekat bahwa berita tersebut tidaklah benar. Kita juga dapat melaporkan hoaks tersebut kepada KOMINFO dengan mengirimkan email ke aduankonten@mail.kominfo.go.id dengan menyertakan screen capture dan URL link. Kiriman aduan segera diproses setelah melalui verifikasi dan dapat dilihat melauli laman web kominfo.go.id. dan juga tidak perlu khawatir karena identias pelapor dijamin kerahasiannya. Cara lain untuk melaporkan hoaks jika kita menemukannya di social media dengan memanfaatkan fitur report yang tersedia.

Membatasi persebaran hoaks sama artinya dengan kita menyelamatkan Negara dari berbagai dampak negatif yang mungkin akan terjadi. Mengapa demikian? Sebagai contoh, pada masa kampanye pemilihan presiden 2019 lalu banyak berlalu-lalang hoaks terkait kedua calon yang mana dari masing-masing kubu calon saling melontarkan ujaran kebencian, menjatuhkan hingga berujung fitnah. Salah satu hoaks yang mengemparkan di masa kampanye adalah informasi terkait 7 kontainer di Pelabuhan Tanjung Priuk, Jakarta Utara berisi 80 juta surat suara yang sudah tercoblos pada nomor urut 1. Setelah dilakukan mengecekan oleh Komisi Pemilihan Umum, Bahan Pengawas Pemilu dan Polri terbukti tidak ada 7 kontainer kotak suara yang dimaksud dan dikonfirmasi bahwa informasi tersebut merupakan hoaks yang sengaja dibuat. Dikutip dari portal berita online Tirto.id Jaksa Penuntut Umum menyatakan “(Terdakwa) menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat yang dilakukan oleh terdakwa”. Mengacu pada pemberitaan ini, setidaknya dapat diyakini bahwa pembuat dan pelaku penyebaran hoaks merupakan orang-orang yang tidak menyukai capres petahana Jokowi. Atau setidaknya, orang-orang yang berada dalam kelompok atau tim sukses yang bersebrangan dengan capres (Hutasoit, 2018). Konten hoaks seperti diatas dibuat secara sengaja untuk menjatuhkan salah satu capres tentu memicu perselisihan antar kelompok masing-masing pembela. Hubungan yang sebelumnya teman menjadi lawan, hal tersebut jika dibiarkan terus-menerus dengan jumlah pembaca tinggi akan berakibat perpecahan bangsa secara tidak langsung.

Contoh lainnya berkenan dengan informasi vaksinasi COVID-19. Dalam periode 23 Januari 2020 hingga 1 Februari 2021 ditemukan 1.402 hoaks tentang Virus Corona, dan 97 diantaranya merupakan informasi bohong terkait vaksinasi COVID-19 (nasional.tempo.co).

Informasi palsu vaksinasi COVID-19 tersebut menyebutkan bahwa memberian vaksin dapat merubah seseorang yang tadinya negatif virus corona menjadi positif, vaksin dapat merubah susunan DNA manusia hingga ada yang menyebutkan jika vaksin COVID-19 berisikan microchip. Jika seseorang menjadi korban hoaks vaksinasi dan memilih untuk tidak menerima vaksin tentu akibat yang ditanggung bukan pada individual saja. Tetapi, orang disekitarnya dan aparat pemerintah (misal, tenaga kesehatan) yang mengalami kerugian. Kejadian tersebut sangat disayangkan, mengingat pemerintah melakukan vaksinasi nasional dengan tujuan mulia, yaitu memutus rantai penularan virus corona. Dengan demikian secara berangsur-ansur keadaan akan membaik, yang diharapkan akan segera kembali normal. Sehingga sektor pendidikan, kesehatan, perekonomian dan lainnya di Indonesia berjalan seperti sediakala dan semakin mengalami peningkatan. Namun, adanya oknum-oknum tidak bertanggung jawab menyebarkan informasi atau berita palsu yang dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia hal tersebut dapat menjadi hambatan.

Konten hoaks terkait isu apapun telah terbukti hanya menimbulkan dampak negatif, mulai dari kebencian terhadap individu sampai permusuhan antar kelompok hingga mengakibatkan perpecahan nasional. Sisi negatif lainnya merupakan mempengaruhi tindakan pengambilan keputusan seseorang yang dapat berakibat buruk bagi kesejahteraan bersama. Seperti disebutkan diatas terkait vaksinasi COVID-19. Oleh sebab itu, sudah menjadi tanggung jawab kita bersama sebagai masyarakat budiman untuk berpartisipasi aktif dalam rangka memerangi hoaks.

Penulis    : Novisya Salma Mahfud

 

REFERENSI

  1. Asosiasi Peyelanggara Jasa Internet Indonesia (APJII)
  2. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Edisi Kelima
  3. Status Literasi Nasional 2020. Katadata Insight Center (KIC) https://id.wikipedia.org/wiki/Berpikir_kritis diakses pada 25 Maret 2021. https://kominfo.go.id/content/detail/8732/ini-cara-melaporkan-konten-hoax/0/sorotan_media diakses pada 25 Maret 2021.
  4. Jaksa Bacakan Kronologi Hoaks 7 Kontainer Surat Suara Sebut Prabowo, https://tirto.id/dk4c diakses pada 26 Maret 2021.
  5. https://nasional.tempo.co/read/1429014/kominfo-temukan-1-402-hoaks-soal-covid-19/full&view=ok diakses pada 30 Maret 2021.
  6. https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20210222175733-255-609488/3-hoax-vaksin-tes-covid-19-jadi-positif-sampai-isi-microchip diakses pada 30 Maret 2020.
  7. Adiprasetio, Justito et al. 2017. “Hoax, Reproduksi Dan Persebaran: Suatu Penelusuran Literatur”. Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Vol. 1, No. 4, Agustus 2017: 271 – 278 ISSN 1410 – 5675.
  8. Cherilyn, Ireton and Julie, Posetti. 2019. Journalism, Fake News and Disinformation : A Handbook for Journalism Education and Training. UNESCO:ISBN 978-92-3-000076-9 Hutasoit, Kennorton. 2018. “Analisa Hoaks Pemilu 2019 : Upaya Bawaslu Mencegah Hoaks” Jakarta : Jurnal Bawaslu DKI Jakarta Edisi Desember 2018, hlm. 91-111  Nomor ISSN: 2541-2078.
  9. Juditha, Christiany. 2018. “Interaksi Komunikasi Hoax di Media Sosial serta Antisipasinya”.
  10. Jurnal Pekommas, Vol. 3 No. 1, April 2018 : 31- 44.
  11. Zubaidah, Siti. 2010. “Berpikir Kritis: Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi yang Dapat Dikembangkan melalui Pembelajaran Sains”. Malang : Universitas Negeri Malang.


Facebook


Twitter


Youtube


Instagram


Spotify

Share

159 thoughts on “Kiat Memerangi Hoaks Sebagai Upaya Penyelamat Keutuhan dan Kemajuan Bangsa

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *