Hukum Melibatkan Anak Saat Perang

Hukum Melibatkan Anak Saat Perang

Assalamu’alaikum sobat keren. Islam diizinkan untuk mengangkat senjata sebagai tindakan pertahanan manakala ada yang menyerang kita karena iman kita.

أُذِنَ لِلَّذِينَ يُقَاتَلُونَ بِأَنَّهُمْ ظُلِمُوا وَإِنَّ اللَّهَ عَلَى نَصْرِهِمْ لَقَدِيرٌ (39)
 الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ بِغَيْرِ حَقٍّ إِلا أَنْ يَقُولُوا رَبُّنَا اللَّهُ وَلَوْلا دَفْعُ اللَّهِ النَّاسَ بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ لَهُدِّمَتْ صَوَامِعُ وَبِيَعٌ وَصَلَوَاتٌ وَمَسَاجِدُ يُذْكَرُ فِيهَا اسْمُ اللَّهِ كَثِيرًا وَلَيَنْصُرَنَّ اللَّهُ مَنْ يَنْصُرُهُ إِنَّ اللَّهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ (40)

Telah diizinkan bagi mereka yang telah diperangi, disebabkan mereka telah dianiaya Dan sesunngguhnya Allah berkuasa menolong mereka.
Orang-orang yang telah diusir dari rumah-rumah mereka tanpa hak, hanya karena mereka berkata, “Tuhan kami ialah Allah.” Dam sekiranya tidak ada tangkisan Allah terhadap sebagian manusia oleh sebagian yang lain, maka akan hancurlah biara-biara serta gereja-gereja Nasrani dan rumah-rumah ibadah Yahudi serta masjid-masjid yang banyak disebut nama Allah di dalamnya. Dan pasti Allah akan menolong siapa yang menolong-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa, Maha Perkasa. ( Al-Hajj: 39-40 )

Islam tidak mengizinkan kita menyerang terlebih dahulu. Islam lebih menyukai kesepakatan damai daripada perang. Muslimin terpaksa perang demi melindungi negeri, anak-anak, perempuan dan kebebasan beragama dan mengemukakan pendapat sekalipun demikian banyak aturan yang mengikat kita saat perang termasuk jangan membunuh perempuan dan anak-anak musuh yang tidak terlibat aktif dalam perang tersebut. Kita juga tidak diizinkan membunuh biarawan atau pendeta dan umat yang tengah ibadah. Kita dilarang membakar dan merusak lading dan pohon.

Lalu apakah kita diizinkan menjadikan anak-anak sebagai prajurit?

Baca Juga :

Keterlibatan anak dalam perang

Terbukti dalam perang Badar ada dua anak belasan tahun Umat yang ikut perang. Diriwayatkan Abdurrahman bin Auf didatangi dua orang remaja dari kaum Anshar, yaitu Muaz bin Amr Al-Jamuh, 14 tahun dan Muawwiz bin Afra berumur 13 tahun. Kedua-duanya bersenjatakan pedang.

“Kami mendapat izin daripada ibu dan ayah kami bagi menyertai pasukan Muhammad,” teriak Muaz. Keduanya menjadi penyebab Abu Jahal terluka amat parah dan tewas pada akhirnya. Muaz sempat bertemu Nabi Muhammad ﷺ setelah melukai Abu Jahal dan melaporkan kondisi Abu Jahal terkini. Nabi Muhammad ﷺ atas laporan itu memerintahkan seorang sahabat, Ibnu Umar ra untuk memeriksa Abu Jahal.

Dari riwayat ini anak belasan tahun boleh terlibat aktif menjadi prajurit tapi harus mengantongi izin orangtua dan pimpinan muslim yang saat itu adalah Nabi Muhammad saw. Adapun riwayat ini tidak menjadi semacam anjuran melibatkan anak-anak dalam perang. Kita mesti melihat fakta bahwa perang saat itu ialah Badar dimana tenaga umat muslim sangat kurang baik dari segi jumlah dan persenjataan. Hal ini menuntut islam memanfaatkan segala daya yang ada.

Baca Juga :

Masih Relevankan Saat Ini?

Jika kita bandingkan dengan perang era modern dilihat dari sisi manapun adalah suatu kezaliman luar biasa membiarkan anak belasan tahun menjadi prajurit bersenjata api apalagi dadakan dan mereka tidak terlatih dalam hal itu. Zaman sekarang peperangan jauh mengerikan, coba renungkan. Membuat mereka melawan tentara terlaih adalah keputusan semena-mena dan tidak manusiawi.

Regulasi pemerintah biasanya hanya melibatkan tentara terdidik dan terlatih dalam perang, ini mesti kira patuhi dan sejauh mungkin tidak melibatkan anak-anak dan perempuan. Selain itu, anak belasan tahun di Arab yang keras saat itu beda jauh baik fisik dan mental dengan anak zaman modern. Mereka terbiasa prihatin dan melatih diri berburu dan menggunakan pedang, wajar islam yang lemah saat itu mengizinkan mereka.

Nah saat ini, anak belasan tahun tidaklah terbiasa hidup keras dan menggunakan senjata api. Maka adalah zalim dan aniaya membuat mereka harus ikut berperang. Kecuali saat negara sudah tidak lagi memiliki apa-apa selain warga sipil untuk iku bertahan.

Lebih dari itu, perang yang dilakukan islam saat itu adalah langkah defensif, kita bukan menjadi pihak yang menginisiasi. Utamakan dialog untuk membangun kesepakatan damai.

Penulis: Ammar Ahmad

Baca Juga :

Share

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *