Gerhana, Mensyukuri Nikmat dengan Bertafakur

Gerhana, Mensyukuri Nikmat dengan Bertafakur

Assalamualaikum sobat islamkukeren, Allah SWT berulang kali di dalam Alquran menerangkan kepada kita mengenai tanda-tanda kekuasan-Nya. Mulai dari penciptaan langit dan bumi serta isinya, pergantian musim, pergantian malam dan siang, serta keadaan dan kejadian-kejadian alam yang ada di sekitar kita sebagai penanda ke-Maha Kuasa-an Allah dan tanda bagi orang yang beriman.

Termasuk juga keadaan alam yang terjadi kemarin dengan adanya gerhana bulan total yang bisa kita saksikan di seluruh Indonesia. Sungguh semua yang terjadi harusnya menyadarkan kita untuk meningkatkan “takwallah” ketaqwaan kita kepada Allah SWT.

Allah SWT berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.”

Ali Imran : 103
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ

“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.”

Ibrahim : 8

Apa yang terlintas di benak kebanyakan orang ketika disebut kata “ibadah”? Barangkali jawaban yang paling dominan adalah gambaran tentang seseorang yang mengerjakan shalat, puasa, haji, umrah, dzikir; berhijab, mengenakan baju koko, peci, dan gambaran kegiatan formal serta aneka atribut lainnya. Gambaran tersebut tidak sepenuhnya salah. Tapi, banyak dari kita yang melupakan jenis ibadah lain yang sangat penting, tidak terlihat, namun bernilai tinggi di sisi Allah SWT. Ibadah apakah itu? Yakni berpikir atau tafakur.

Akal merupakan karunia terbesar Allah kepada manusia yang membedakannya dari semua binatang dan benda-benda mati. Nyaris semua kemampuan fisik yang dimiliki manusia, juga dipunyai oleh binatang. Hanya saja, sehebat apa pun kapasitas binatang, ia tetap tidak akan mampu menciptakan peradaban agung lantaran tak mempunyai akal sebagaimana dimiliki manusia. Dengan demikian, pantaslah manusia (al-insân) selalu didefinisikan sebagai hayawân nâthiq, yakni hewan yang berpikir. Akal atau pikiran adalah kunci pembeda manusia dengan makhluk lainnya.

Hilangnya fungsi akal pada diri manusia berarti menutunkan derajatnya selevel dengan binatang, atau bahkan lebih rendah. Alquran sendiri menyebut para ahli neraka yang tidak mau menggunakan akal, mata, dan telinganya untuk merenungkan ayat-ayat Allah sebagai:

أُوْلَئِكَ كَالأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُوْلَئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ

“Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.”

Al-A’raf: 180

Imbauan untuk berpikir, merenung, atau mendayagunakan akal tersebar banyak dalam Alquran. Redaksinya pun bermacam-macam, ada yang menggunakan akar kata fikr, dzikir, aql, fiqh, ‘ilm, nadhar, dan albâb. Seluruhnya menunjukkan betapa Alquran sangat memperhatikan potensi akal manusia. Perintah tentang berpikir dan menghayati ciptaan Allah datang langsung dari Alquran:

 إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ لِأُولِي الْأَلْبَابِ، الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ 

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi.”

Ali Imran: 191-192

Rasulullah ﷺ juga bersabda:

فَكَّرُوا فِي خَلْقِ اللهِ، وَلاَ تَتَفَكَّرُوْا فِي اللهِ، فَإِنَّكُمْ لَنْ تَقْدِرُوْا قَدْرَهُ

“Berpikirlah tentang ciptaan Allah, dan jangan kalian memikirkan Allah karena kalian pasti tak memiliki kemampuan untuk itu.”

HR Ibnu Abbas

Baca juga: Nikmat Ibadah karena Allah

Kita memang dilarang memikirkan hakikat Dzat Allah yang memang mustahil dicapai, tapi manusia diperintah untuk memikirkan makhluk-makhluk-Nya, termasuk bumi, bulan, matahari, serta fenomena gerhana. Gerhana bulan total merupakan bagian dari fenomena alamiah. Namun, di balik itu ada kekuatan besar yang tampak ketika kita mau merenunginya. Gerhana bulan total terjadi saat sebagian atau keseluruhan bulan tertutup oleh bayangan bumi. Peristiwa tersebut berlangsung bila bumi berada di antara matahari dan bulan pada satu garis lurus yang sama—saat itu cahaya matahari tidak dapat mencapai bulan karena terhalangi oleh bumi. Kalau kita perhatikan, sebenarnya ada makna-makna yang terkandung di dalamnya, diantaranya :

  • Fenomena alam ini mengindikasikan bahwa bumi, bulan, matahari, serta seluruh tatanan angkasa bergerak sesuai garis orbit sebagaimana sunnatullah. Keteraturan dan keharmonisan ini menandakan bahwa Allah Maha Mengatur. Kehebatan fakta astronomis ini sukar disangkal lantaran mustahil manusia mengintervensi fenomena gerhana.
  • Gerhana bulan total adalah fenomena besar yang tak mungkin dikendalikan manusia. Kenyataan tersebut kian menegaskan kelemahan manusia sebagai hamba di hadapan Allah SWT. Imam al-Ghazali menyerukan seyogianya fenomena gerhana membuat orang semakin menampakkan ketundukan diri kepada Allah SWT, bertobat dari kesalahan-kesalahan, serta semakin meresapi kehadiran Ilahi dalam kehidupannya. Imam al-Ghazali mengingatkan:
آداب الخسوف: دَوَامُ الْفَزَعِ، وَإِظْهَارُ الجَزَعِ، وَمُبَادَرَةُ التَّوْبَةِ، وَتَرْكُ المِلَلِ، وَسُرْعَةُ القِيَامِ إِلَى الصَّلَاةِ، وَطُوْلُ القِيَامِ فِيْهَا، وَاسْتِشْعَارُ الحَذَرِ

“Perilaku yang semestinya ditunjukkan saat terjadi gerhana bulan yakni senantiasa memiliki rasa takut, menampakkan rasa gelisah, segera bertobat, tidak bersikap mudah bosan, segera melaksanakan shalat, berlama-lama dalam shalatnya, dan merasakan adanya peringatan.”

Al-Adab fid Din
  • Menurut ajaran Nabi Muhammad ﷺ gerhana merupakan suatu peringatan, oleh karenanya mukmin sejati harus mengarahkan perhatiannya untuk mengingat Allah Taala, memohon ampunan dan bersedekah. Sabda Rasulullah
ﷺ : إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لَا يَكْسِفَانِ لِمَوْتِ اَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ وَلَكِنَّهُمَا آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللهِ تَعَالَى فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمَا فَقُومُوا وَصَلُّوا

“Sungguh, gerhana matahari dan bulan tidak terjadi sebab mati atau hidupnya seseorang, tetapi itu merupakan salah satu tanda kebesaran Allah Ta’ala. Karenanya, bila kalian melihat gerhana matahari dan gerhana bulan, bangkit dan shalatlah kalian.”

HR. Bukhari-Muslim
  • Peristiwa gerhana matahari dan bulan telah dinubuatkan sebagai tanda kedatangan Nabi Isa yang dijanjikan. Sebagaimana dalam sebuah hadits dikatakan :
اِنَّ لِمَهْدِينَا آيَتَيْنِ لَمْ تَكُوْنَا مُنْذُ خَلْقِ السَّمَوَاتِ وَالْاَرْضِ تَنْكَسِفُ الْقَمَرُ لاَوَّلِ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ وَتَنْكَسِفُ الشَّمْسُ فِى النِّصْفِ مِنْهُ وَلَمْ تَكُوْنَ مُنْذُ خَلَقَ اللهُ السَّمَوَاتِ وَالْاَرْضَ

“Sesungguhnya bagi Mahdi kami, akan ada dua Tanda yang belum pernah terjadi sejak penciptaan langit dan bumi, yakni, munculnya gerhana bulan pada malam awal Ramadhan (yakni pada malam-malam pertama saat gerhana bulan dapat terjadi) serta gerhana matahari di waktu pertengahannya (yakni pada pertengahan har-hari biasanya gerhana matahari terjadi), dan Tanda-tanda ini belum pernah terjadi semenjak Allah Ta’ala menciptakan langit dan bumi.”

Sunan Daruqutni, kitabul ‘idain, bab salat-ul-kusuf-ul khusuuf wa hitahuma

Pada tahun 1894, tanda ini telah tergenapi di masa kehidupan Pendiri Jamaah Muslim Ahmadiyah, Hazrat Mirza Ghulam Ahmad as., yang mendukung pendakwaannya sebagai Imam Mahdi dan Almasih Yang Dijanjikan. Huzur mengatakan bahwa ratusan orang percaya kepada pendakwaan Hadhrat Masih Mau’ud saat mereka menyaksikan gerhana matahari dan bulan. Peristiwa gerhana adalah momen merenungi keagungan Allah yang Maha Agung. Kedahsyatan kekuasaan-Nya yang berhasil dihayati selanjutnya akan mengondisikan kalbu untuk selalu merendah di hadapan-Nya, gelisah dengan dosa-dosa, betah dalam upaya mendekatkan diri, lalu berlanjut dengan memperbanyak istighfar alias memohon ampun kepada Allah. Gerhana adalah bagian dari ayat kauniyah (penampakan) Allah, di samping ayat qauliyah berupa Alquran. Di dalamnya ada ilmu yang melimpah dan beruntunglah bagi orang-orang yang mau merenungkan, meresapi hakikat femomena alam untuk kemudian semakin mendekatan diri kepada Allah SWT.

Share

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *