Dua Kunci Sukses Lepas dari Pandemi

Dua Kunci Sukses Lepas dari Pandemi

Pandemi Covid-19 di Indonesia kian hari kian memburuk. Kasus positif yang terus bertambah berbanding lurus dengan angka kematian yg kian hari kian meninggi. Tidak heran jika Indonesia menjadi sorotan dunia, bahkan digadang-gadang Indonesia termasuk 5 negara tertinggi didunia dengan penambahan kasus positif tertinggi setiap harinya. Wow, rekor yang sangat tidak membanggakan.

Tulisan ini mungkin dibuka dengan mukadimah yang sangat standar dan membosankan, sebentar lagi pasti akan dikomplain oleh orang-orang yang capek dengan berita Corona, yang katanya berita negatif akan menurunkan imunitas tubuh karena stress atau lain-lainnya. Sayangnya, ini bukan tulisan berita. Ini hanya curhatan anak muda yang berusaha menyadarkan pembaca, yang juga sama-sama lelah karena virus yang merajalela.

Baca Juga :

Generasi Sadar Prokes

Sadar nggak sih, di sekitar kita masih banyak orang yang ignorant, santuy-mantuy nggak pake masker kemana-mana, nggak mau di swab test dan ngotot cuma sakit flu biasa. Takut periksa ke dokter karena takut di-Covid-kan, ogah-ogahan divaksin karena termakan hoax, takut mati setelah divaksin, takut sakit dan jadi positif, dan seribu alasan sumbang lainnya.

Ditambah lagi,  teori konspirasi vaksin masih saja terus dibahas, berdebat dengan orang-orang yang tidak percaya vaksin. Bukan hanya itu, kita lihat masih banyak muda-mudi yang nongki-nongki nggak jelas demi konten media sosial.

Banyak orang yang teriak PPKM menghimpit ekonomi rakyat. Tak sedikit juga yang mengkritik pemerintah tidak adil. Tapi, para ‘kritikus’ dadakan tadi tidak juga sadar diri, tidak mau patuh pada PROTOKOL KESEHATAN.

Lingkaran yang tak ada habis-habisnya. Semakin banyak orang tidka taat prokes, maka kasus positif semakin tinggi. Praktis PPKM akan terus diperpanjang, dan ekonomi semakin terhimpit, masyarakat tidak percaya pada pemerintah. Kembali lagi, karena rakyat tidak percaya pada pemerintah maka tidak mau patuh prokes, PPKM diberlakukan lagi, kasus positif kembali tinggi dan ekonomi semakin terhimpit. Begitu seterusnya. Lalu kapan semua akan selesai?

Jawabannya “ADA DI DALAM DIRI KITA”

Kenapa? Coba sedikit saja kita bayangkan. AYO BAYANGKAN! Jika setiap orang menyadari bahwa dirinya wajib menjaga kesehatan, maka cara yang paling mudah adalah dengan taat pada protokol kesehatan. Jika setiap orang tidak ingin orang yang disayanginya tertular penyakit, maka dia sendiri juga harus sehat, karena bisa saja virus terbawa dan tertular darinya.

Andaipun setiap orang memiliki rasa tanggung jawab untuk menjaga kesehatan keluarganya, maka ia akan melakukan apa pun agar keluarganya sehat, dan terhindar dari penyakit. Termasuk jika ia ingin lingkungan tempat tinggalnya juga sehat, maka ia juga akan sadar, bahwa ada hal yang harus dilakukan agar semuanya bisa sehat.

Nah, jika semua orang sudah sadar dengan kondisi ini, tentu akan mudah mencerna bahwa menerapkan 3, 5, atau 6 ‘M’ bukanlah hal yang sulit. Alih-alih merepotkan, orang justru harus sadar jika tertular virus covid akan lebih merepotkan. Maka, tidak akan ada lagi orang yang malas pakai masker, nongkrong di kafe, berkerumun, atau juga malas divaksin.

Baca Juga :

Kunci Sukses Bebas Pandemi

Tidak banyak. Hanya ada 2 hal penting saja yang menjadi kunci kesuskesan kita untuk menaklukan pandemi Covid-19 ini, pertama dengan membangun “SELF-AWARENESS (KESADARAN DIRI)”. Seseorang harus sadar kalau dirinya sangat mungkin menjadi orang yang (tanpa sadar) terpapar, lalu menularkan virus kepada keluarganya atau orang-orang yang dicintainya.

Orang harus sadar bahwa dengan menerapkan protokol kesehatan dengan ketat, setidaknya mencegah virus itu hinggap di tubuh kita. Sadar bahwa setiap orang harus jaga diri supaya bisa saling menjaga, karena virus ada dimana-mana, nggak peduli kampung atau kota, pejabat atau rakyat jelata, kaya atau miskin, semua bisa kena. Jangan sampai kita harus terpapar covid baru bisa percaya adanya virus ini, nauzubillah. Bukankah lebih baik mencegah dari pada mengobati?

Kita nggak perlu kuliah dulu untuk dapat menerapkan protokol kesehatan. You just have to be a human with full emphaty. Kita hanya perlu menjadi Manusia yang penuh empatiMenjadi manusia yang memanusiakan manusia lainnya, dan inilah kunci yang kedua, BEREMPATI, agar bisa merasakan apa yang orang lain rasakan.

Sedikit saja bisa membayangkan betapa lelahnya para tenaga kesehatan menangani para pasien, sedikit saja membayangkan bagaimana perjuangan para pasien covid untuk sembuh, sedikit saja membayangkan bagaimana perjuangan sanak saudara yang mencari ICU kosong, oksigen, obat, dan juga supply makanan bergizi di tengah harga yang melambung tinggi.

Bayangkan juga anak-anak yang harus isoman sementara orang tuanya meninggal di rumah sakit. Suami-istri kehilangan pasangan, orang tua kehilangan anak, dan masih banyak lagi berita duka yang tersembunyi di balik senyum ketegaran para penyintas covid. Bagi kita yang hilang mungkin angkanya, bagi mereka mungkin yang hilang adalah dunianya.

Baca Juga :

Counter Attack, Bersatu Halau Virus

Jadi, yuk kita lawan pandemi ini sama-sama. Setiap orang tua, jangan capek untuk mengingatkan anak-anaknya supaya jangan dulu nongkrong, untuk stay di rumah dulu. Kalau kewajiban sekolah saja bisa dilakukan di rumah, kenapa harus nongkrong yang tidak penting di luar rumah?

Para guru, berikan contoh yang baik untuk murid-murid dan lingkungan sekitarnya. Berikan pemahaman bahwa belajar di rumah juga sama baiknya untuk masa depan, bahkan saat ini lebih baik untuk kesehatan.

Para mubaligh, ustaz, dan tokoh masyarakat, tampilkan juga perilaku yang patut dicontoh. Sampaikan pemahaman dengan cara yang ihsan kalau ibadah di rumah tidak akan mengurangi pahala, dan menjadi salah satu ikhtiar bernilai ibadah karena ikut menjaga kesehatan diri dan lingkungan.

Para influencer, selebgram, dan sebangsanya, beri contoh yang baik kepada followers-nya. Ajak mereka untuk mengerti bahwa wabah ini tidak bisa ditangani jika semua hanya mementingkan diri sendiri. Kalau setiap diri kita berhasil membangun self-awareness dan emphaty, maka pandemi ini akan mudah dikendalikan. Mengutip kalimat dari Dokter Faheem Younus, “Virus yang bersatu tidak akan bisa dikalahkan oleh kita yang bercerai berai”. Oleh karena itu, kita harus bersatu dengan membuat perubahan besar. Perubahan besar dimulai dari sesuatu yang kecil, dan hal kecil itu dimulai dari diri kita masing-masing.

Baca Juga :

Share

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *