Layaknya hujan setelah kemarau panjang, begitulah ampunan Allah dalam ujian yang dirasakan (RR)
Dunia dapat diibaratkan labirin, dan kita ada di dalamnya. Kita tidak tahu apakah kita ada di jalan yang benar, atau justru di jalan yang mengantarkan kita kepada kebuntuan. Memang seperti itulah tujuan dibuatnya permainan labirin, menguji pemainnya untuk mencari jalan keluar agar terbebas dari labirin tersebut.
Sama seperti kehidupan di dunia, Allah menciptakan kita dengan banyak lika-liku cobaan. Tujuannya diciptakan cobaan, tidak lain adalah untuk menguji apakah manusia mampu melewatinya atau tidak. Perbedaannya hanya dalam “bentuk” lika-liku tersebut.
Biasanya, jika dipermainan labirin lika-likunya berbentuk tembok yang membuat pola sehingga kadang bisa menunjukan pada jalan keluar atau justru tersesat. Namun lain halnya dengan cobaan dunia, bentuk lika-likunya berupa kesulitan bahkan kenikmatan. Tujuannya masih sama, bagaimana caranya kita bisa keluar melalui jalan yang benar.
Namun sebenarnya, kehidupan di dunia ada berat ringannya bila dibandingkan dengan permainan labirin. Beratnya adalah, manusia kadang tidak menyadari bahwa dia sedang tersesat. Bahkan, semakin tersesat karena cobaan yang didapat berupa kenikmatan. Beberapa orang sampai-sampai menyelesaikan kehidupannya masih dalam keadaan tersesat.
Ya, memang betul Allah tidak selalu membuat cobaan yang menyengsarakan, karena kadang Dia menguji umat-Nya yang dibutakan dunia dengan kenikmatan, sehingga ia makin tenggelam dan lenyap. Kita mengenalnya dengan nama Istidraj.
Sepertinya, ini adalah cobaan yang paling sulit dibanding cobaan dalam bentuk kesusahan. Faktanya, memang keimanan manusia dan ingatannya akan kembali tertuju kepada Allah, saat dalam keadaan susah. Sedangkan sedikit sekali yang mengingat Allah ketika dikelilingi kenikmatan.
وَقَلِيلٌ مِنْ عِبَادِيَ الشَّكُورُ “Dan sedikit sekali dari hamba hamba-Ku yang bersyukur.” (Q.S. Saba : 13)
Adapun sisi mudahnya adalah, ketika kita tidak perlu meraba langkah yang mau kita ambil, kita tidak perlu menggunakan strategi atau bahkan perhitungan seperti pada permainan labirin. Kita hanya perlu mendengar arahan langsung dari Allah swt untuk mengambil sebuah jalan.
Baca Juga :
Bagaimana Menjemput Ampunan Allah?
Petunjuk-petunjuk-Nya sudah sangat jelas ada di dalam Al-Qur`an dan hadis. Itulah mengapa cobaan dalam bentuk nikmat sangatlah berat, karena dengan segala nikmat lahiriah yang didapatkan seseorang, menjadikan dirinya semakin bergelut dengan dunia.
Semakin dalam dia bergelut dengan dunia, semakin ia tenggelam didalamnya dan semakin dia jauh dari Rabbnya. Ini lah cara Allah memilih hamba-Nya yang bertakwa. Ketika ia dalam keadaan terjatuh, segera ia mengingat Allah dan ketika dia sedang berada di atas, tidak lupa dengan pemberi nikmatnya.
Tulisan ini menjadi reminder bagi siapapun yang membaca untuk melihat kembali ke belakang, apakah langkah kita sudah berada pada jalur yang tepat, atau langkah kita menyimpang jauh dari jalur yang benar. Bisakah itu terjadi? Sangat bisa!
Dalam permainan labirin pun ketika seseorang mulai menyadari bahwa dirinya tersesat, yang pertama dilakukan adalah kembali lagi ketitik awal dan mulai meraba, jalan manakah yang sebelumnya salah diambil, begitu pula dengan kehidupan.
Sejenak kita bermuhasabah diri dengan melihat kehidupan kita, mengevaluasi apakah setiap hal yang kita lakukan dan setiap sikap yang diambil mendatangkan keridhaan dari Allah swt, tanpa harus menyesali yang sudah terjadi dan waktu yang terbuang.
Baca Juga :
Nikmatnya Menggapai Ampunan dari Allah
Percayalah, bahwa ketika kita menyadari ada yang salah dengan jalur yang kita ambil, di situ ada karunia dan ampunan Allah dalam ujian kenikmatan, untuk menyelamatkan kita dari Istidraj. Artinya, Allah masih memberikan kita kesempatan untuk memperbaiki diri dan mengampuni segala kesalahan – kesalahan yang sebelumnya kita ambil.
Kita tidak perlu menyesali apa yang sudah terjadi kecuali menyesali dosa-dosa. Hal yang terpenting adalah kita mau mengakui kesalahan, mau membenahi diri dan mau berubah. Jangan pernah mengungkit masa lalu bila tidak mendatangkan kebaikan untuk masa depan. Penyesalan yang bisa lakukan adalah meminta ampunan, karena dari penyesalan mampu mendatangkan ampunan Allah SWT.
Itulah salah satu sifat Allah Al-‘Afuww (Maha Pemaaf), dimana Ia masih memaafkan kesalahan umat-Nya, yang bahkan mungkin saja kita sendiri tidak bisa memaafkan diri kita atas kesalahan-kesalahan yang kita buat.
قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَىٰ أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا ۚ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ “Hai hamba – hambaKu yang melampui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari Rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa – dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S. Az-Zumar : 53)
Baca Juga :
Sangat baik dan menginspirasi jiwa hati yang dalam utk menambah keimanan dan ketaqwaan
Allahu akbar, reminder yg luar biasa